Oleh: Aira Ai
Menapaki hidup di dunia yang semakin bertambah kekejamannya di setiap detiknya, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Diperlukan adanya kerja keras, juga pengorbanan. Untuk dapat menggenggam dunia saja, butuh seribu tahun lamanya.
Lalu, bagaimana dengan nasib peminta-minta yang tak pernah ada habisnya di
luar sana? Mereka yang tak gentar berjuang untuk dapat bertahan hidup. Dengan
kaleng kecil serta pakaian compang-camping. Mengemis kedermawanan para pejabat,
juga orang yang biasa, tetapi dianggap lebih tinggi karena status mereka yang
tak sama.
Kemudian dia, si gadis kecil berkaleng kecil. Tubuhnya yang kering
kerontang diseret ke sana ke mari. Pita suaranya yang semakin serak, dipaksa
mengeluarkan nyanyian meski tak semerdu sebelumnya. Hatimu tersentuh dibuatnya.
Sewaktu dirimu seusia si gadis kecil berkaleng kecil, tiada paksaan yang
mengharuskanmu menjual suara demi selembar uang dua ribuan. Tiada tekanan
batin, juga air mata. Yang ada hanyalah kasih sayang, serta pelukan hangat.
Satu kali, keinginan membuncah dalam hatimu. Menjalani kehidupan yang sama
dengan si gadis kecil berkaleng kecil. Tinggal beralaskan tanah, beratapkan
langit, bulan merah jambu menjadi penerang kemudian. Berangan-angan akan
keindahan dunia. Bermimpi singgasana di tengah kerasnya kota metropolitan.
Kausadar, hidupmu dan hidupnya tiada memiliki kesamaan. Jalan yang
kautempuh, sangatlah berbeda. Hidup di dunia yang keras, si gadis kecil
berkaleng kecil.
Meski diri mau memberontak, menolak segala pranata dari yang lebih
berkuasa, dia tak dapat melakukan apa-apa. Caci maki, segala bentuk kekerasan,
hingga darah mengalir dari setiap titik yang terkena sapuan kasar, dia tak
dapat melakukan apa-apa. Si gadis kecil berkaleng kecil.
Kautahu dia kuat. Bahkan setetes air mata tiada jatuh dari kelopak setipis
ari. Yang ada hanyalah bulir keringat menahan sakit. Jelas dia merasakan sakit
teramat sangat. Hanya saja, dia memilih untuk tersenyum dan berkata,
"Suatu saat, pukulan itu akan berubah menjadi tepukan lembut di puncak kepalaku."
Dia bahkan begitu mengasihi sosok lelaki bertubuh kekar yang bahkan bukan
ayah biologisnya. Sedangkan dirimu?
Keberadaanmu di sudut kota, memerhatikan gerak-gerik si gadis kecil
berkaleng kecil, disebabkan oleh pertengkaran hebat yang kauciptakan bersama ayah
kandungmu hanya karena beliau menolak memenuhi keinginanmu.
Kaulihat gadis kecil itu? Untuk dapat merasakan sesuap nasi saja, dia harus
menapaki jalanan yang panasnya luar biasa, menyanyi dengan susah payah,
menerima lembar demi lembar uang kemudian. Bahkan uang yang dia terima tidak
ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang kau pertengkarkan dengan ayahmu.
Tetapi lihat?
Dia tetap tersenyum. Senyum sehangat mentari, oleh si gadis kecil berkaleng
kecil.
Selesai
*****************************************************
*****************************************************
Note: terinspirasi dari puisi Bpk. Toto Sudarto Bachtiar yang berjudul "Gadis Peminta-minta")
(ori: august 5, 2016; sub: october 26, 2016)
0 komentar:
Posting Komentar