Judul: Siluet
Penulis: Resti Dahlan
Penerbit: Gramedia Pustaka
Utama
Tahun Terbit: 2017
Jumlah Halaman: 208
ISBN: 9786020339085
Rating Aira: 4 dari 5
Sinopsis:
Rea
yang Cuma tertarik untuk belajar dan bekerja harus menghadapi tingkah Kaley
yang menyebalkan. Meski sudah berusaha menghindar, selalu ada kejadian yang
mengharuskannya bertemu atlet renang itu. Hidup Rea sudah terjadwal pun nyaris
berantakan karena Kaley.
Lalu
tiba-tiba hadir murid baru bernama Galen yang membuat gempar SMA Galariksa.
Meski mendapat banyak perhatian dari para siswi, cowok genius itu tampaknya
cuma tertarik sama Rea dan benar-benar berusaha mendekati cewek yang terkenal
arogan itu.
Kalau
diganggu Kaley adalah petaka, didekati Galen adalah musibah bagi Rea.
Masalahnya, Rea harus menghadapi peta dan musibah secara berbarengan!
Namun,
ternyata kegigihan Galen mendekati Rea membuat cewek itu membuka diri. Saat
mereka mulai dekat, Rea harus menghadapi fakta mengenai asal-usul dua cowok itu
dan masa lalunya sendiri. Hal itu membuat Rea sadar bahwa sejauh apa pun dia
berlari, bayang-bayang masa lalu akan tetap menjadi siluetnya.
Sebelum membahas first love, aku ingin bilang sesuatu terlebih dahulu ke penulisnya (siapa tau Kak Resti baca hehehe). Jadi, saat nulis bagian ini, aku baru baca sampai halaman 9 dan aku udah dibuat kaget. Kenapa? Karena ternyata Kaley dan Galen itu kakak adik! Dan, dan, dan… Kaley itu brondong! Makasih loh, ya, Kak, udah bikin kaget di awal. Emang, sih, itu biasa aja bagi kebanyakan orang (atau bahkan semua orang), tapi serius, aku beneran kaget. Tadinya aku pikir, nama-nama yang muncul dalam sinopsis tuh seumuran semua dan aku juga gak menyangka kalau dua di antara mereka adalah kakak-beradik. Hm, dia malah curhat.
Okedeh, langsung aja ke first love. Hal yang bikin aku tertarik
membawa pulang Kaley—eh, maksudnya Siluet,
lagi-lagi adalah desain kovernya!
Kalau kata orang “jangan menilai buku dari sampulnya”, kataku: justru yang
tampak di depan yang membuat sesuatu menarik. Iya, sebut saja aku salah satu
dari mereka ‘yang menilai dari sampul’ karena kenyatannya aku harus jatuh cinta
sama sampulnya dulu. Nah, desain kover Siluet
adalah salah satu desain yang bikin aku langsung jatuh cinta. Perpaduan antara
warna gelap dan terang plus jenis font yang digunakan benar-benar pas!
Bayangan orang yang ditempatkan di bagian ‘terang’ bikin aku berspekulasi bahwa
‘masa lalu’ Rea bukanlah hal yang ‘kelam’. Tapiii, itu baru spekulasi awal
sebelum menyelesaikan bacaan. Benar atau tidak, cari tau sendiri dong! :p
Eits, ulasannya belum
berakhir. Jadi, simak sampai bawah, ya!
Siluet
bercerita tentang cewek arogan bernama Orea Talanish Hamka. Sementara orang
lain gagal, dia berhasil mempertahankan apa yang dia miliki. Karena hal itu,
Rea menjadi sosok angkuh yang dibenci oleh banyak orang. Tapi menurutku, Rea
ini bisa menjadi panutan. Kenapa? Karena dia bukanlah cewek fiktif yang lembek
dan nurut-nurut aja waktu di-bully. Dia
cewek yang kuat, pantang menyerah, pekerja keras, tapi sering nangis di balik patung
yang ada di rumah sakit. Bayangin aja, dia udah sebegitu tegarnya bahkan sebelum
usia dia mencapai angka sepuluh. Masih terbilang sangat muda, tapi udah berani
mengambil risiko terbesar dengan melepas semua yang seharusnya bisa menjamin
hidupnya. Apalagi setelah orang yang bersedia menopang hidupnya, harus pergi
selamanya. Rea udah berhasil keluar dari comfortzone-nya!
Intinya, Rea adalah sosok
yang bisa menjadi perisai bagi dirinya sendiri.
Bukan berarti perisai dalam
segala hal, loh, ya, karena ada Kaley Bumiputra, si atlet renang dengan model
rambut spike yang bikin suhu dan
massa pipiku bertambah di pukul 11:34 PM #ifyouknowwhatImean
#dor. Dari sikap Kaley di awal, sepertinya dia adalah murid berprestasi
tapi tengil khas adik kelas yang baru lulus SMP. Jangan beranggapan itu
negatif. Jujur, aku malah suka kalau ketemu karakter fiktif yang model
tengil-tengil begini. Only in fiction,
ok? Kalau di dunia nyata, biggest no!
Malah bikin capek. Nah, kalau si Kaley ini beda. Kaley dan Rea memang memiliki
hubungan yang kurang baik. Kaley selalu menjadi petaka yang siap ‘meneror’ si
kakak kelas. Itulah sebabnya aku bilang bukan
berarti perisai dalam segala hal. Sekeras apa pun Rea berusaha berlindung
di balik perisainya, Kaley akan tetap bisa menembusnya.
Bisa dibilang, Kaley
memiliki peran yang sangat penting dalam novel ini.
Kemudian ada Angkasa Galen,
si cowok berdada bidang (lihat hlm. 30) yang terpaksa harus menjalankan sebuah
misi demi masa depan yang cerah. Sosok abang yang mendapat ancaman ‘pisah akte’
dari adiknya sewaktu diajak pindahan. Untuk masalah ini, aku setuju sama Kaley
yang berpikiran Galen pake cara kotor biar bisa hidup mewah. Ya, bayangin aja,
dari kost ke penthouse gitu loh???
Tapi, kalau abangnya kayak Galen, jangankan pisah akte, pisah atap sehari aja gak
ikhlas lahir batin. :(
Kenapa aku bilang gak ikhlas? Karena Galen adalah sisi
kebalikan dari adiknya. Galen itu dingin, tapi nggak jutek-jutek-gemesin kayak
tokoh-tokoh dingin yang sering muncul di novel-novel remaja lain. Jelas dia gak
gemesin, karena predikat itu hanya
untuk Kaley seorang! Terus, adakah
predikat yang cocok untuk Galen?
Jelas ada! Galen itu … abangable! Ah, masa sih? Cari tahu sendiri kebenarannya! :p
Nah, selain ketiga tokoh
penting yang udah aku sebutin tadi, ada tokoh-tokoh lain yang muncul dalam
novel Siluet karya Resti Dahlan. Mau
disebutin satu per satu nih? Ada Ravana dan Fensy, dua tokoh yang akan kalian
jumpai di awal cerita. Nyanyi dulu, yuk! Ravana ooh nana, half of my heart is in Ravana ooh nana. Lalu ada Wibi, si ketua
OSIS yang diceritakan akan segera melepas jabatannya. Ada Alda, salah satu dari
tiga pilar emas SMA Galariksa yang koma di rumah sakit. Ada Bontang, bos di
tempat Rea bekerja paruh waktu. Ada Merry, terus ada pelatihnya Kaley, ada
banyak lah pokoknya. Tapi, ada satu tokoh yang diceritakan memiliki paras baby face dan unyu-unyu yang akan kalian
jumpai di bagian pertengahan, menjelang akhir. Dia adalah Rexy!
Oops! Cukup namanya aja ya
yang dibocorin. Soal identitas dan penokohannya, aku memilih tutup mulut.
Kecuali kalau dibawain Kaley ke rumah, langsung aku bocorin deh! Kalau perlu
sampai ke asal-muasalnya! Tapi sayang, itu gak mungkin. Sebesar apa pun rasa
cintaku pada Kaley, fiktif tetaplah fiktif. :’)
#meratapinasibdipojokkan
Tapi, tapi, tapiiii… ada dua
hal yang sangat mengganjal nih, Sahabat Pena. Aku pribadi nyebutnya self-plothole. Kenapa aku nggak
menyebutnya murni plothole? Karena
bisa jadi hanya aku yang merasakannya.
Keganjilan yang pertama: Kaley
dan Galen yang tiba-tiba berhubungan baik. Padahal, sebelumnya, Galen udah
mewanti-wanti agar hubungan persaudaraan mereka tidak diketahui oleh
orang-orang, terutama Rea. Nah, dengan tiba-tiba, di halaman yang aku lupa
jelasnya, tahu-tahu mereka udah terlihat bareng. Udah terlihat sama-sama saling
tahu soal siapa Galen dan siapa Kaley. Aku mencoba mengilas balik
halaman-halaman yang udah aku lewati, tapi nggak menemukan titik terangnya.
Letak kesalahanku yang pertama: kurang teliti. Letak kesalahanku yang kedua:
sempat nganggurin novel ini selama seminggu karena kesibukkan di real life sehingga ingatanku secara
keseluruhan mengenai novel ini menjadi buram. Atau justru, memang tidak
diceritakan?
Keganjilan yang kedua: ending. Aku sampai nggak bisa menghitung
berapa kali aku berkata ‘hah?’ setelah
cuplikan kalimat “Karena Hamka tetaplah
Hamka” di bagian penutup novel ini. Sebelumnya, aku mengira logo Gramedia
di bawah kalimat itu hanya sekadar logo karena masih ada sekitar dua atau tiga
halaman lagi, tapi ternyata…
Aku mau protes, tapi bukan
karena ending-nya yang menurutku super
menggantung. Itu sepenuhnya hak penulis dan juga editor. Aku hanya nggak rela
aja gitu harus pisah sama Kaley dengan cara seperti itu. Rasanya bukan cuman
aku saja yang digantung, Rea, Kaley, Galen juga! Sampai di bagian akhir, nggak
ada kejelasan hubungan siapa dengan siapa. Ya, aku bisa nebak sih dua di antara
mereka pada akhirnya akan bersama. Prosesnya ituloh yang unavailable. Kalimat “mau
nggak lo jadi pacar gue?” atau “gue
suka sama lo” sama sekali nggak ada. Yang ada hanyalah “takut ada yang merasa di-PHP-in” tapi itu belum mengindikasikan
kalau mereka jadian, ‘kan? Istilahnya tuh kayak mau dibawa ke mana hubungan kita?
Ini mah, akunya yang merasa
di-PHP-in Kaley! #nangislagidipojokkan
#kaliinisambilgulinggulingdilantai
Tapi, sekali lagi, seperti yang aku bilang tadi, kedua hal itu hanyalah self-plothole alias perasaanku doang. Benar atau tidaknya, kalian bisa langsung mencari tahunya sendiri dengan cara membaca novelnya secara keseluruhan. To be really honest, novel Siluet benar-benar menghibur. Aku sampai nggak tega melihat novel ini harus jadi sleeping beauty selama seminggu di atas meja. Mau gimana lagi, ada hal yang lebih mendesak. Aku jamin Sahabat Pena akan sangat menikmati kisah Rea, Kaley dan Galen yang dikemas cantik dalam buku berkover catchy ini.
So,
sampai di sini dulu ulasan singkat novel Siluet
(yang seharusnya di-posting saat weekend tapi malah di-posting saat weekday). Sampai ketemu di ulasan-ulasan selanjutnya!
0 komentar:
Posting Komentar